Judul | Nasionalisme Baru Intelektual Indonesia Tahun 1920-an |
Pengarang | Frank Dhont; Nunung Prajarto, editor |
Penerbitan | Gadjah Mada University Press, 2005 |
Deskripsi Fisik | xvi, 130 pages ; 21 cm |
ISBN | 979420580X |
Subjek | Nasionalisme, Pergerakan Nasional |
Koleksi | Tarugiri.org |
KATA PENGANTAR
Sebagai ideologi dan gerakan yang mendasarkan pada doktrin kemerdekaan dan kedaulatan rakyat, nasionalisme memiliki pengaruh besar terhadap perkembangan dunia modern. Nasionalisme tidak hanya berpengaruh terhadap pecahnya Revolusi Amerika dan Revolusi Perancis di dunia Barat, tetapi juga berperan dalam proses pembentukan bangsa dan negara bangsa yang lair dari bekas wilayah jajahan di Asia dan di dunia lainnya pada abad ke-20.
Demikian pula di Indonesia, nasionalisme menjadi roh penggerak lahirnya pergerakan kebangsaan dan perjuangan untuk mencapai kemerdekaan Indonesia sekitar tahun 1900-1945, seta meletusnya Revolusi untuk mempertahankan kemerdekaan negara-bangsa Indonesia antara tahun 1945 dan 1949. Karena itu, periode kelahiran nasionalisme dan kelahiran negara bangsa seta revolusi kemerdekaan merupakan periode yang sangat penting dalam sejarah Indonesia.
Dinamika perjalanan sejarah mutakhir masyarakat dan bangsa Indonesia pada masa kini pada hakekatya berpangkal pada periode itu. Akan tetapi, sejarah kelahiran nasionalisme yang penting itu mungkin makin kurang menarik dan kurang difahami oleh generasi muda pada masa kini, sebagai akibat dari semakin jauhnya periode itu dengan perkembangan masa kini. Buku karya Frank Dhont yang membahas kelahiran nasionalisme di Indonesia pada sekitar tahun 1920-an yang sekarang ada ditangan Anda diharapkan dapat mengantar Anda untuk melihat kembali ke masa silam yang memiliki makna historis bagi bangsa Indonesia pada masa kini.
Penulis buku ini adalah sejarahwan muda berbakat dari Belgia. Semula, buku yang diterbitkan ini berupa sebuah tesis yang disusunnya untuk memenuhi persyaratan akademik dalam penyelesaian Program Magister Ilmu Sejarah, Program Pascasarjana berharga dan patut dibaca karena menyuguhkan beberapa hal yang penting dan menarik. Pertama, penulis mampu merekonstruksi gambaran peristiwa sejarah yang terjadi pada masa yang digarapnya dengan baik. Ia berhasil melacak dan menyusun hal yang sesunguhnya terjadi pada masa lampau ke dalam sebuah karya penulisan historiografis pada masa sekarang, berdasarkan penelitian mendalam dengan menggunakan sumber sejarah yang memadai. Dari hasil garapannya itu, ia dapat menemukan sebuah sintesis dan eksplanasi sejarah tentang penyusunan konsep nasionalisme di Indonesia, melalui kemampunannya dalam menemukan evidensi dan fakta-fakta sejarah dari sumber bahan yang dikumpulkan, baik sekunder maupun primer, yang diolah dengan menggunakan kerangka pemikiran konseptual atau teoretis dan metodologis yang tepat. Patut dicatat bahwa penulis mampu dan memiliki kesempatan untuk mengumpulkan sumber primer yang banyak berupa dokumen arsip Pemerintah Belanda, sebagaimana dapat dilihat dalam referensi dan daftar kepustakaan dalam buku ini.
Kedua, sesuai dengan judul bukunya Frank Dhont bermaksud mengkaji konsep nasionalisme baru yang dirumuskan oleh Kaum intelektual Indonesia pada akhir tahun 1920-an, yang tergabung dalam tiga organisasi pergerakan nasional, yaitu Perhimpoenan Indonesia, Indonesische Studieclub dan Algemeene Studieclub. Ketiga organisasi pergerakan nasional in dipandang sebagai wadah terpenting bagi kelahiran konsepsi nasionalisme Indonesia yang lebih jelas, bulat dan utuh dibanding dengan konsepsi nasionalisme yang lair dari organisasi pergerakan nasional pada periode sebelumnya. Konsepsi nasionalisme yang lahir pada dua dekade awal abad ke-20, yaitu sekitar 1900-1920, bisa dipandang mash belum utuh dan tegas dibanding dengan periode yang kedua tersebut. Frank melihat periode itu sebagai puncak evolusi pertumbuhan nasionalisme di Indonesia.
Ketiga, tesis penting Frank yang disajikan dalam buku ini antara lain terletak pada pandangannya tentang dua unsur pemegang peranan sentral dalam kelahiran dan penyebaran konsep nasionalisme pada tahun 1920-an, yaitu ketiga organisasi pergerakan tersebut di atas dan kaum intelektual muda Indonesia yang cerdas dan berani. Menurul penulis buku ini, Perhimpoenan Indonesia, Indonesische Studieclubdan Algemeene Studieclub berfungsi sebagai wadah kelahiran dan tempat penyebaran konsep, gagasan, dan ideologi nasionalisme pada masa pergerakan nasional. Perhimpoenan Indonesia (Indonesische Vereeniging) yang lahir di negeri Belanda pada 1922-1923 berperan sebagai organisasi pergerakan perumus konsep “Indonesia” dan merupakan titik awal berkembangnya konsep ke-Indonesia-an” untuk mengganti konsep “Hindia belanda” (“Nederlandsh Indie“), yang kemudian disebarkan ke tanah air di Indonesia. Sementara Indonesische Studieclub di Surabaya dan Algemeene Studieclub di Bandung berperan sebagai transmiternya. Kedua organisasi Studieclub tersebut, menurut penulis, sekaligus mewakili dua tipe orientasi sikap pergerakannya. Studieclub yang pertama lebih bersifat kooperatif dan lebih banyak menekankan pada kegiatan sosial daripada kegiatan politik. Sebaliknya, studieclub yang kedua lebih radikal dan lebih berorientasi pada kegiatan sosial. Ketiga organisasi pergerakan yang penting tersebut dilukiskan secara jelas dalam buku ini.” Keempat, tesis Frank yang menempatkan kaum intelektual muda sebagai pemegang peran dalam lahirnya nasionalisme Indonesia sangat menarik dan tepat. Dari uraiannya dapat dipetik, sesungguhnya yang menjadi motor penggerak kelahiran nasionalisme Indonesia adalah kaum muda intelektual atau kaum intelektual muda Indonesia yang pada masa itu masih sangat terbatas. Robert Van Niel, menyebut golongan ini dengan sebutan lain, yaitu kaum Elite Indonesia Baru (Modern Indonesia Elite), yang maksudnya adalah kaum terpelajar hasil pendidikan Barat (educated) (R. Van Niel, 1960).
Sesungguhnya, pandangan penulis menjadi lebih beralasan kuat apabila dihubungkan dengan peristiwa bersejarah yang muncul pada periode berikutnya yaitu peristiwa lahirnya Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928. Lahirnya peristiwa bersejarah ini juga tampak dimotori oleh kaum pemuda terpelajar. Sekalipun dalam buku ini tidak disinggung, peristiwa Sumpah Pemuda sebenarnya juga menduduki tempat sentral dalam penyebaran dan aktualisasi konsep nasionalisme Indonesia. Secara jelas dapat ditunjukkan bahwa pada Sumpah Pemuda yang diselenggarakan dalam Kongres Pemuda di Jakarta itu untuk pertama kalinya kaum Pemuda terpelajar Indonesia “memproklamasikan” kesatuan Indonesia secara kultural dan politik dalam tiga konsep: satu tanah air, Indonesia; satu bangsa, Indonesia; dan satu bahasa, Indonesia (Sartono Kartodirjo, dkk, 1977; M.C. Ricklefs, 2001). Hal ini merupakan modal sosial (social capital) penting bagi perjalanan sejarah masyarakat Indonesia karena pada peristiwa itu untuk pertama kalinya konsep jati diri (identity) sebagai “bangsa” (nation) dengan konsep “Indonesia” sebagai simbol pemersatu keragaman masyarakat Indonesia dinyatakan secara tegas, jelas dan berani. Pada hakekatnya peristiwa it merupakan perwujudan dari akumulasi gagasan, dan pemikiran yang berkembang dari kaum intelektual muda yang langsung dari masa sebelumnya, terutama pada awal tahun 1920-an, sebagaimana Frank menjadikannya sebagai fokus kajian.
Tesis tentang peran kaum pemuda terpelajar dalam sejarah kelahiran bangsa Indonesia, pada hakekatya tidak berhenti pada masa pergerakan nasional. Keberlanjutan peran golongan ini juga dapat dilihat pada masa-masa berikutnya, terutama pada masa Proklamasi Kemerdekaan (1945- 1949). Pada masa itu, golongan pemuda berperan sentral dalam ikut serta menentukan proses terwujudnya Proklamasi Kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945 di Jakarta. Mereka sekaligus juga pemegang peran sentral sebagai penggerak pecahnya Revolusi Kemerdekaan untuk mempertahankan republik muda yang baru saja diproklamasikan Sukarno-Hatta atas tantangan hadimya agresi Belanda yang hendak menduduki kembali Indonesia. Tampa kehadiran golongan kaum muda, rasanya tidak mungkin peristiwa-peristiwa besar itu dapat terjadi. Tepatlah apabila Ben Anderson menyebut periode awal revolusi Indonesia sebagai periode Revolusi Kaum Pemuda (B. R. O’G. Anderson, 1972).
Kelima, melalui buku ini sekaligus dapat dilacak kembali tentang asal dan basis kelahiran partai-partai politik dengan ideologi nasionalisme yang menjadi sumber pergerakan nasional dalam perjuangan untuk mencapai kemerdekaan Indonesia. Secara rinci dan menarik Frank menguraikan keterkaitan antara gagasan nasionalisme dan pertumbuhan partai politik pada masa itu. Melalui buku ini juga dapat dilacak asal dan basis pemikiran Bapak Pendiri Bangsa yang berjasa dalam meletakkan fondasi bagi bangunan bangsa dan negara bangsa pada masa kemudian.
Keenam, menarik untuk disimak tentang cara penulis buku ini dalam mencoba menganalisis faktor mentalitas dan ide-ide yang mendasari kaum intelektual muda melahirkan konsep nasionalisme yang cemerlang yang diuraikan pada bab VI. Frank antara lain melihat adanya lima segi orientasi nilai nasionalisme yang melandasi pikiran dan cita-cita kaum muda dalam menjawab tantangan dan tuntutan jamannya. Kelima segi orientasi nasionalisme yang dimaksud adalah: (1) Non-kooperasi, (2) Kepercayaan terhadap kecerdasan dan kemampuan diri sendiri, (3) Kemauan bersama, (4) Keinginan untuk menciptakan “self-determination” (penentuan nasib sendiri), dan (5) Persatuan budaya. Kelima orientasi nilai tersebut, kiranya tidak hanya berlaku pada jaman itu, tetapi juga mash tetap relevan dengan masa kini. Reformasi yang bertujuan untuk membangun masa dean bangsa dan negara pada masa kini, juga harus didasarkan pada orientasi nilai-nilai nasionalisme tersebut.
Pada akhirnya perlu dikemukakan bahwa buku ini telah ikut menyumbang perluasan wawasan atau cakrawala pemahaman dan pengetahuan Sejarah Indonesia, terutama dalam masalah kelahiran nasionalisme di Indonesia. Nasionalisme di Indonesia pada masa pra-kemerdekaan pada hakekatnya masih perlu dipelajari dan dipahami kembali agar dapat member inspirasi dan pengetahuan bagi kaum muda pada masa kini untuk dapat mengembangkan dan memperluas cakrawala pemahaman nasionalisme Indonesia baru yang perlu disempurnakan dan dimantapkan pada masa depan. Oleh karena itu, buku ini sangat layak untuk menjadi bahan bacaan baik bagi para mahasiswa, pelajar dan kaum muda maupun masyarakat pada umumnya.
Yogyakarta, Maret 2004
Djoko Suryo,
Guru Besar Ilmu Sejarah, Universitas Gadjah Mada Yogyakarta
DAFTAR ISI
PENGANTAR
PRAKATA PENULIS
DAFTAR SINGKATAN
BAB I PENDAHULUAN
BAB II KONTEKS PADA DEKADE-DEKADE AWAL ABAD KE-20 DI INDONESIA
- Proses Industrialisasi dan Modernisasi di Wilayah Hindia Belanda
- Perkembangan Pendidikan Barat
- Krisis Sosial dalam Elit Lama
- Evolusi Politik
- Pengaruh Internasional
BAB III PENDIRIAN DAN ANGGOTA POKOK KELOMPOK STUDI
- Perhimpoenan Indonesia
- Indonesische Studieclub
- Algemeene Studieclub
BAB IV MENTALITAS DAN IDE-IDE KAUM INTELEKTUAL PRIBUMI DI BELANDA
- Perhimpoenan Indonesia
- Ide-Ide dan Konsep-Konsep
- Non-Kooperasi
- Kepercayaan pada Kemampuan Diri Sendiri*
- Kemauan Bersama
- Self-Determination dan Self-Government
- Persatuan Budaya
BAB V MENTALITAS DAN IDE-IDE KELOMPOK STUDI DI SURABAYA
- Indonesische Studieclub
- Ide-Ide dan Konsep-Konsep Indonesia Studi-club
- Non-Kooperasi
- Kepercayaan pada Kemampuan Diri Sendiri
- Kemauan Bersama
- Self-Determination dan Self-Government
- Persatuan Budaya
BAB VI MENTALITAS DAN IDE-IDE KELOMPOK STUDI DI BANDUNG
- Algemeene Studieclub
- Ide-Ide dan Konsep-Konsep
- Non-Kooperasi
- Kepercayaan pada Kemampuan Diri Sendiri
- Kemauan Bersama
- Self-Determination dan Self-Government
- Persatuan Budaya
BAB VII DINAMIKA STUDIECLUB
- Faktor Pendorong Terhadap Pemuda Nasionalis
- Indonesia
- Dinamika Internal untuk Kelompok Mahasiswa
BAB VIII ANALISIS NASIONALISME INDONESIA YANG DIKANDUNG STUDIE CLUBS
- Impak Terhadap Nasionalisme Indonesia
- Transformasi Nasionalisme Indonesia
BAB IX KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA